Jumat, 28 September 2018

Yakin mau menyerah?

Ketika kamu gagal, kamu putus asa
Ketika kamu disayangi, kamu meninggalkan
Ketika kamu disanjung, kamu menjatuhkan
Ketika kamu mulai bangkit, kamu ingin mengakhiri
Ketika kamu punya mimpi, kamu merusak impian itu
Ketika kebahagiaan mengantar, kamu menjemput dengan kesedihan
Dan ketika kesuksesan hampir kamu raih, tiba-tiba kamu menghentikannya di tengah keraguan

Tidakkah dirimu berpikir?
Kamu mengakhiri mimpimu saat semuanya belum dimulai ..

Lihatlah hari ini..
Hari apa hari ini?
Pada pukul  berapa saat ini?
Tanggal berapa saat ini?
Ingat, hari ini akan jadi masa lalumu.
Dan jangan sampai kamu menyesali masa lalu itu.
Semangat

Gagal? Itu makanan saya

Manusia itu lucu ya? Mereka suka merendahkan diri mereka sendiri tanpa mau melihat ada suatu hal berharga yang ada pada dirinya. Well ya, aku ngomong kaya gini karena aku adalah salah satu dari mereka. Hehehe ^_^
Aku adalah anak biasa, yang terlahir di tengah-tengah masyarakat era reformasi tepatnya tahun milenium di desa kecil yang namanya tak begitu mengudara. Di balik semua itu, aku mempunyai mimpi-mimpi emas yang berada di ambang nyaliku.
Semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar, aku selalu bisa menempati posisi 3 besar peringkat kelas. Entah itu di posisi 2 ataupun 3, yang pasti aku tidak pernah berada di posisi 1, bukan susah, hanya saja aku bukanlah anak yang rajin dan bukan juga anak yang gemar belajar.
Sampai saat duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar, aku mulai sadar akan pentingnya belajar. Saat itu aku mulai mengikuti lomba lomba kecil yang diadakan oleh lembaga maupun dinas pendidikan. Jangan bertanya seberapa sering aku mencoba, karena aku sendiri pun tak punya ingatan yang kuat mengenai itu😜, yang kulakukan saat itu hanyalah ikut, ikut, dan ikut. Namun dari sekian banyak aku mencoba, akhirnya aku memetik 3 buah hasil yang bisa kuberikan untuk Sekolah Dasar ku tercinta. Terhitung saat kelas 5, aku terpilih mengikuti seleksi OSN bidang matematika tingkat kecamatan dan kemudian lolos melanjutkan OSN tingkat kabupaten, kemudian menempati urutan ke 5 bidang matematika walaupun hanya 3 orang yang akhirnya dikirim melanjutkan OSN tingkat provinsi. Secara pribadi aku merasa lega karena tidak lagi belajar materi yang aneh-aneh yang bahkan aku tidak tau itu materi apa. Terhitung lagi saat aku kelas 6 SD bisa memborong 2 piala, Yah meskipun itu lomba dari lembaga biasa (nggak usah disebutin ya).
Oke, menginjak SMP sepertinya aku mulai merasa bebas, merasa lebih luas lagi dalam bergaul, yang dulunya di SD hanya 2 kelas dalam 1 angkatan kini di SMP ada 9 kelas dalam 1 angkatan. Masa transisi anak menuju remaja adalah masa SMP, maksudnya adalah diusia ini aku mulai merasa labil, kadang alay, mulai berani memberontak, bahkan tak sedikit pula pengaruh-pengaruh kotor dari teman sepergaulan. 6 bulan pertama aku berada di kelas H, saat itu kelas H terkenal nakal dan aku yang pendiam ini terlihat tak kasat mata jika berada diantara mereka, iya , udah kecilitempendiem lagi.
Saat menerima raport semester 1 aku memperoleh peringkat 1. Sistem di SMP ku tuh ada test kelas unggulan per semester terhitung sejak semester 2-semester 6 dan pesertanya adalah saringan dari best ten tiap kelas. So, aku bisa ikut test kelas unggulan A dan Alhamdulillah aku berhasil lolos terjaring.
Namun, inilah titik kelemahanku semakin melemah.
4 semester berada di kelas unggulan aku tak pernah mendapat peringkat best ten. Kala itu juga pertama kalinya aku diberi HP android oleh ibu, jadi waktu ku kuhabiskan untuk bermain game, BBM (yang hits saat itu),  dan mengotak atik foto di photoshopjadi tak heran jika aku tak pernah belajar dan benar benar menghempas buku-buku tebal dari perpustakaan yang bahkan tak pernah kusentuhYa gilaini gila, beberapa teman sekelasku sering menjuarai lomba disana sini tapi aku hanyalah seorang anak dungu yang tak berprestasi sama sekali yang bisanya cuma update-update status alay di facebook. Hal ini cukup menampar diriku sendiri, ya malu dong tentunya, akhirnya aku belajar keras, benar benar keras dan giat, tiap jam istirahat selalu kusempatka untuk meet up buku di perpusatakaan. Sampai aku mulai berani kembali mengikuti lomba disana sini.
Terhitung 3 tahun berada di SMP aku hanya memberikan 2 kebanggan, kalah jauh dengan beberapa teman sekelasku yang bahkan sudah lolos tingkat nasional di Jakarta. Tapi ya tak apalah, salahku juga tak mau belajar lebih giat lagi.
3 tahun masa SMP, kini saatnya masing-masing dari kami berpisah.
Berpisah: "saling merantau" katanya.
Bener sihenggak salah.
Mereka (para anak desa dengan mimpi mimpi jingganya) melanjutkan SMA di sekolah impian masing masing, namun sayangnya aku tidak bisa lolos jadi siswa di SMA yang aku inginkan. Aku tergeser oleh anak-anak yang lebih pintar dari aku tentunya. --Nangiskecewapegelgak bisa nafasahhh pokoknya grgrrgrgggggg-- saat aku melihat hasil pengumuman saat itu, rasanya bener-bener gak ingin sekolah (titik). Aku tergeser ke pilihan kedua, di SMA ku saat ini
Dengan segala keterpaksaan aku harus merantau demi melajutkan sekolah di SMA yang bahkan tak ingin aku masuki. Istilahnya aku nge-kostBenar-benar kelabu mata batinku kala itu, melihat senyum beberapa kawanku yang lolos di SMA yang aku inginkan sedangkan aku terpenjara disini. "Ini tempat apa? Kenapa aku kok disiniKenapaKenapa hanya aku sajaKenapa aku tidak bisa meraih apa yang aku perjuangkan selama ini?"😒πŸ˜₯.
Aku jalani saja semua ini, setiap kali masuk sekolah aku tak pernah semangat, rasanya benar-benar kelabu.
1 semester pertama di bangku SMA, aku tak memiliki semangat apa-apa. Aku duduk di belakang, pojok, di deretan para cowok, sering tidur, tidak pernah mengerjakan pr, sering kena remidial.
So, aku tidak bisa masuk peringkat best ten. Peringkatku semester pertama diurutan 19. Tapi ibuku kok gak marah apa-apa yaaπŸ˜₯
Sampai tiba di titik aku memasuki masa remaja yang sesungguhnya, Jatuh cinta katanya.
Untuk pertama kalinya dunia kelabu ku tiba-tiba berwarna.
Untuk pertama kalinya aku menemukan semangat yang benar benar harus dibangkitkan.
Untuk pertama kalinya aku menemukan diriku sendiri.
Tercatat, 3 Januari 2017 hari pertamaku masuk di Semester 2. Saat itu, aku mulai bangkit perlahan-lahan dan tentunya sudah 75% move on dari SMA yang menolakku. Sudah kuputuskan untuk belajar dan sering mengikuti lomba-lomba yang ada. Tapi tetap saja, aku  adalah anak biasa yang jarang diandalkan di kelas, cuma diandalkan kalau butuh desain yang berbau editing foto tapi setidaknya hal kecil tersebut membuatku sedikit lebih berarti di tengah mereka (anak-anak kota). Hal ini salah satu penyebab aku semakin semangat dalam melakukan segala usaha. AKU HARUS BERARTI UNTUK ORANG LAIN. Lalu, aku mengikuti organisasi pemuda daerah di pusat kota dan syukurlah karena organisasi ini membuatku semakin terampil dalam bercakap dengan berbagai tipe orang. Akhirnya aku mulai berani mengutarakan pendapat di tengah kelas, mulai bisa menghandle teman-temanku, dan mulai bisa adu bicara dengan kecerewetan kawan-kawanku. Hal ini membuat ku 100% benar benar move on dari SMA yang dulu menolakku.

Pembagian raport semester 2, rangkingku naik dari 19 ke 8. Diluar spekulasi, aku juga menjuarai lomba fisika se - Jawa Bali.
Aku? Fisika? Yayaya, ini hanya keberuntungan. Jujur aku benci fisika, kimia, dan biologi. Aku hanya suka matematika. 

Di bangku kelas 2 (semester 3) dengan suasana kelas baru dan teman yang tetap, aku mulai kesusahan untuk belajar dan aku meminta untuk belajar di bimbel yang akhirnya jadi tempat les favoritku hingga sekarang. 
Guru Kimia ku saat kelas 1 tiba-tiba menghubungiku untuk mengajak gabung mengikuti pembinaan osn kimia. Aku yang saat itu sudah gabung di pembinaan osn matematika pikir-pikir dulu untuk gabung di kimia. Dan entah karena alasan apa, aku meninggalkan matematika demi kimia. Dengan segala niat dan rasa ambisius yang tinggi, aku mulai belajar kimia mulai 0, seluruh pelajaran aku tinggal (termasuk matematika) alhasil tak heran juga nilai sisipanku banyak yang dibawah angka 50, tapi itu cukup menampar kesadaranku dan berkat nilai merah itu aku jadi lebih giat belajar. Teringat tiap malam aku baru bisa tidur pukul 00.00. So, aku bisa menaikkan sedikit peringkatku dari 8 ke 5.

Kelas 2 (Semester 4) aku mulai menjadi anak pemalas lagi, malam tak pernah belajar dan tugas tugas sering tak kukerjakan. Tapi sebulan kemudian ada seleksi OSN tingkat sekolah untuk semua bidang pelajaran. Tentunya aku ikut bidang kimia. Sangat asing, dan otakku tidak gampang connect meskipun membaca soal nya berkali-kali, aku hanya mengerjakan apa yang aku bisa. Tapi entah gara-gara apa saat diumumkan oleh guru kimia ku, ternyata poin nilaiku tertinggi diantara 5 temanku. Jadi sudah diputuskan aku yang akan berangkat mewakili SMA untuk OSN bidang kimia tingkat kabupaten. Setiap hari aku tak ikut kelas pelajaran karena harus mengikuti pembinaan sampai hari H. Hal tersebut tentunya membuat nilai ku semakin anjlok. Sampai saat pelaksanaan seleksi osn tingkat kabupaten sudah terlaksana dan ngenesnya aku berada di posisi 5 dengan skor sama seperti yang berada di posisi 3, hanya saja nilai raportku lebih jelek daripada dia jadi aku berada di peringkat 5. Syok pastinya, karena hanya skor kita sama dan aku merasa takdir ini sungguh kejam,  yang parah lagi saat pembagian raport sisipan nilai peminatan ku ada yang 48, sumpah ini nilai macam apa. 
Akhirnya aku mulai benci dengan kimia, dan mencoba untuk kembali memperbaiki nilaiku. Terus-terusan kuperbaiki, tentunya doa tak lupa selalu kubisikkan. Inilah sesuatu yang benar-benar ajaib,  aku tak tau apakah ada kesalahan yang jelas peringkatku tiba-tiba naik berada di no 1. Ini sungguh takdir yang cukup pahit, namun aku tetap bersukur. Kenapa aku menyebut takdir yang pahit? Mengingat aku cuma anak biasa yang bahkan masih banyak teman-temanku yang lebih pintar dari aku, juga aku merasa seperti memiliki beban untuk kelanjutan semester 5 di kelas 3. Tapi kembali pada tujuan awalku, aku benar-benar tak mencari peringkat ini. Gara-gara peringkat ini, ada sedikit pergeseran moral kehidupanku, contoh nyatanya seperti aku mulai jadi ambisius yang acuh tak acuh kepada teman, menjadi lebih egois, dan apa-apa selalu kuukur dengan nilai. Aku cukup sadar dengan hal itu, namun seperti yang kukatakan, pada kenyataannya peringkat itu adalah beban, dan beban itu mengganggu pendidikanku.
Sudahlah, aku belajar saja semampuku.
 Mengenai kegagalan dan keberanian. Aku sudah cukup matang akan hal itu, bahkan tak bosan-bosannya. Aku hanya ingin menghabiskan masa remajaku dengan banyak kegagalan agar saat tua aku punya keberanian untuk tidak menjadi orang yang gagal seperti sekarang.
^_^